Senin, 02 November 2009

AKU DAN DUNIA

 


By : Saryanto, S. Sn.



Aku bertanya pada dunia, apakah sebenarnya makna kehidupan itu? Duniapun mengandaikan adanya manusia tempat makna itu bersandar, karena makna adalah untuk makhluk yang bernama manusia. Seandainya tak ada segelintir manusiapun pernah hidup di dunia yang semakin renta ini, maka dunia tetap akan memiliki karakter, sejarah, durasi, tatanan dan arah tetapi tidak memiliki makna. Ketika dunia ini tidak pernah di huni manusia dan sejarah serta durasi dunia ini mungkin akan tidak jelas namun masih tetap dipastikan keberadaannya. Kini aku bertanya pada dunia yang semakin poranda ini tentang apakah tujuan dan alasan manusia untuk menjalani kehidupan di dunia yang penuh keingkaran dan kemunafikan ini. Duniapun kembali bersenandung dan berandai-andai bahwa yang tertarik dengan kegundahanku ini bukan sembarang orang, tapi orang yang barang kali hidupnya memang punya makna tersendiri. Kegelisahanku yang kedua ini juga mengasumsikan adanya perbedaan antara diriku dengan kehidupan di dunia fana ini. Kegelisahanku berikutnya adalah kenapa aku menjadi bagian dari semesta ini. Aku akan mencoba menjawab kegelisahan-kegelisahanku tentang identitas dan eksistensiku pada kehidupan di dunia yang semakin gila dan konyol ini. Bagaimana aku bisa membedakan diriku dengan seluruh isi dunia yang lain termasuk pada binatang dan tumbuhan? Kalau aku belum tahu siapa aku sebenarnya, bagaimana mungkin aku tahu makna kehidupanku sendiri? Kalau aku meragukan siapa sebenarnya aku, apakah aku ini benar-benar eksis hidup di dunia ini? Sepertinya aku tak akan bisa menemukan makna dalam kehidupanku sendiri.

Memang kegelisahanku ini berisi dua sisi dan biasanya aku cenderung akan bertanya, bagaimana aku bisa yakin kalau aku benar-benar ada dan eksis di dunia? Sebab kegelisahanku ini juga berkaitan dengan makhluk Tuhan yang lain, seperti kelompok kera yang bergelantungan di pohon. Lalu bisakah aku bertanya tentang laut, tentang sungai serta tentang matahari yang terbenam di ufuk barat kepada setiap orang termasuk kepada diriku sendiri? Sampai di sini aku di hadapkan pada sebuah teka-teki. Aku akan selalu menegaskan dan tak akan pernah mengingkari nurani dan eksistensiku sendiri. Begitu juga dengan makhluk Tuhan yang lain seperti semut-semut yang sedang berbaris dan melagukan hymne bersama-sama. Kini aku tak perlu bersusah payah untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa aku adalah aku dan bukan orang lain. Meski aku telah begitu yakin tentang keberadaanku sendiri dalam semesta raya ini, aku akan kesulitan untuk menjelaskan kepada dunia bagaimana sampai aku begitu yakin pada eksistensiku.


Aku pernah berpikir jangan-jangan aku ini adalah orang lain? Masalah yang muncul adalah aku tidak dapat memastikan jawaban yang akan aku berikan kepada dunia yang maya ini, apakah aku ataukah bukan? Teka-teki logika ini bisa di kaitkan dengan kegundahanku yang lain, tapi dengan nada yang berbeda tentunya yaitu andai kata dunia yang semakin renta dan rapuh ini melahirkan diriku kembali apakah dengan begitu aku tetap akan jadi diriku lagi? Keresahan ini memang sangat membingungkan. Aku pikir keragu-raguan emosionalku yang menyangkut diriku dan semesta yang kadang kala di perparah oleh kerumitan yang muncul dari pikiranku sendiri. Dalam membicarakan hubungan antara siapa aku dengan menemukan makna kehidupan akan muncul kegundahan-kegundahan lain seperti kondisi psikologis yang menyebebkan aku mempertanyakan tentang diriku sendiri dengan kegelisahan tentang diriku sendiri dan dunia yang semakin poranda dan konyol ini. Kegelisahan-kegelisahanku ini aku kemukakan sebagai upaya mengekpresikan beberapa pandangan tentang dunia. Sekali lagi aku bertanya di dalam angan-anganku yang membisu, bagaimana aku tahu kalau aku ini memang ada? Bagaimana aku bisa tahu tentang siapa aku sebenarnya? Kini dunia belum berakhir untuk membahas pribadi macam apa aku ini, tapi hanya berkaitan dengan pribadi yang mana. Kegundahanku yang menyangkut tentang diri ini akan selalu muncul di dalam benak dan otakku.
Kini aku kembali bertanya pada bayu yang berhembus sepoi,”Angin siapakah aku ini”. Lalu aku akan bertanya tentang benda-benda dan binatang-binatang serta semua yang aku jumpai dengan cara yang sama. Saat ini aku bertanya pada birunya langit di angkasa tentang diriku sendiri. Apakah aku masih sama aku hari ini dengan aku yang kemarin? Jawabannya hanya bisa aku berikan ketika aku telah mengerti tentang makna kehidupan di dunia maya ini. Kini aku harus mengakui bahwa aku tidak tahu apakah aku adalah diri yang sama dengan yang kemarin? Lalu apa yang bisa aku katakan tentang diriku sendiri? Aku ingin mengatakan bahwa aku setiap waktu selalu tahu tentang siapa aku. Kini aku dapat membedakan diriku dengan diri orang lain. Aku tahu bahwa aku ini eksis di kehidupan dunia, bahwa aku juga menjadi bagian dari dunia yang penuh muslihat ini. Mungkin dari yang pernah aku lakukan kini yang tersisa hanya tinggal suatu bayangan mesteri. Kini aku ingin meraih lagi semua khayalku, semua harapanku serta semua mimpi-mimpiku yang tak pernah padam. Duniaku kini masih membentang luas bagai hamparan langit biru yang tak bertepi. Api jiwaku kini masih menyala dan membakar semangat hidupku. Aku ingin meraih lagi semua asaku yang masih tersisa. Duniaku kini telah berubah untuk meninggalkan masa-masa yang lalu, yang penuh dengan kepalsuan dan kemunafikan di mana-mana. Mungkin ada yang keberatan dengan keteranganku ini? Tolong berikan aku setitik kesempatan dan kepercayaan untuk mencari lagi jati diriku dan melangkah pasti demi masa depan. Sebebas merpati yang terbang tinggi kini anganku melayang jauh menembus awan hitam yang berarak. Angan-anganku kini kembali kemasa-masa lalu di saat dunia ini meninggalkan diriku. Akupun tak tahu jika badai telah musnahkan dunia cinta di saat aku di buai cinta.
Pertanyaanku berikutnya adalah, apakah arti semua ini? Apa makna keseluruhan ini? Kenapa semua ini ada dan kenapa hanya ini yang ada, bukan yang lain? Kegelisahan yang terakhir berhubungan dengan keraguan, bahkan dengan kekawatiran bahwa bagian alam semesta yang aku ketahui saat ini barang kali itu hanya bagian kecil dari suatu yang benar-benar berbeda. Jika memang demikian bagaimana mungkin aku bisa menemukan jawaban dan alasan bagi semuanya ini? Lebih jauh lagi meskinpun aku telah memutuskan bahwa aku mampu menjawab kegelisahanku dalam bentuk kegelisahan yang baru, tapi aku mesti terus mencari sesuatu yang dapat di anggap sebagai jawabanatas kegelisahanku yang baru tadi. Bila rentetan kegelisahanku di perpanjang akhirnya aku harus mengakui bahwa jawaban yang sebenarnya memang tidak bisa aku temukan karena aku tidak punya kemampuan untuk itu. Tapi yang paling penting di sini adalah aku mampu menemukan sedikit kejelasan bedasar atas semua yang di anggap sebagai jawaban. Pada dasarnya sangat bagus bila aku mampu menemukan jawaban atas segala bentuk kegelisahan dalam hidupku dan dunia. Seandainya aku mengerti kenapa aku bertanya, aku pasti tetap ingin tahu kemustahilan apa lagi yang bisa di anggap dan di jadikan sebagai jawaban atas semua kegelisahanku?

Anehnya ketika aku membicarakan makna kehidupan, orang sering kali mempersamakan antara keraguan tentang segala sesuatu dengan keraguan yang menyangkut tentang diri mereka sendiri. Bagi refleksi orang lain pertanyaanku mungkin berbunyi begini,” Untuk apa semua ini? “Kenapa aku di sini?” “ Apa arti semua ini?” Tapi aku yakin apa yang di maksud kegelisahan ini adalah apa arti semua buat aku? Kegelisahan semacam ini bukan saja bernada keraguan tentang adanya alam semesta ini, namun itu juga meragukan diriku yang berada dalam alam semesta itu sendiri. Kegelisahan ini melahirkan keraguan yang berikutnya. “Aku ini siapa?” Apa bedanya aku sebelum, ketika dan setelah menjadi aku? Karena aku menjadi bagian dari semesta ini lantas apa artinya aku menjadi bagian dari semesta ini? Mungkinkah aku dapat menemukan jawaban dari semua itu dengan cara melakukan refleksi tentang arti segala sesuatu bagi aku. Tampaknya ada dua kegelisahan yang besar dalam hati dan benakku. Satu menyangkut dunia fana ini dan yang lain menyangkut diriku sendiri. Pertama, kenapa semesta ini ada? Kenapa dunia ini ada ketimbang tiada? Kedua adalah kenapa aku ini ada? Apakah dengan adanya aku ini demi tujuan-tujuan tertentu? Haruskah aku membedakan antara kegelisahan tentang dunia ini dengan kegelisahan tentang diriku sendiri? Jika aku memikirkan alam semesta ini dalam segala bentuknya, aku tentu akan mengandaikan bahwa hal yang terpenting dan terakhir dari dunia yang harus aku pahami adalah diriku sendiri. Mungkin ada yang menganggap hal ini aneh, karena menganggap aku yang berpikir sama pentingnya dengan apa yang aku pikirkan. Jika di pandang sekilas kita tentu tahu bahwa diri kita ini benar-benar ada. Aku memiliki kesadaran, aku telah di lahirkan ke dunia sampai sekarang masih tetap hidup. Akupun sering mengatakan kepada dunia, bahwa Tuhanlah yang menciptakan kita semua (aku dan dunia).
Terlapas dari peran orang tua yang telah melahirkan aku, memang ada beberapa alasan mengapa aku ada sebagai diriku sendiri dan bukan hasil dari perbuatan mereka berdua. Aku dapat mengetahui satu hal karena aku mampu melihat, mendengar, menyentuh, berimajinasi atau berpikir. Aku hanya akan bercerita tentang beberapa bagian isi dari dunia yang ada ini. Dunia yang ada adalah alam dan semua isinya. Sebab hanya
itu yang aku serap dari pikiranku sedang diriku termasuk ke dalamnya. Untuk mengerti tentang dunia ini aku harus membedakan antaara dunia dengan diriku.
Yang Maha Agung kini bertahta di matahari. Dingin malam menyesak memenuhi udara. Imajinasi melayang terbang tentang Sang Penanya Agung” Apa yang akan dia tanya dan pertanyaan apa yang mampu aku jawab dengan percaya diri. Apakah Tuhan memerlukan kerja sehari-hari? Cahayapun menggeleng. Dengan kepala tertunduk aku bertanya kepada semesta, siapa yang melahirkan ibu? Semestapun tersipu malu ketika aku mendengar laut menyahut dan bersaksi atas kegelisahan yang aku hadapi namun ia tak berdaya untuk bicara. Dan kini aku bertanya kepada laut, siapa yang melahirkan engkau? Lautpun menggelora tapi mendadak kerontang sebelum selesai menyebut sebuah nama. Apakah yang sebenarnya di kehendaki Tuhan dari segala keraguan dan kegelisahanku ini? Kemudian aku menyatakan bahwa inilah yang sebenarnya inti dari yang ingin aku suarakan ke penjuru dunia. Akan aku bentang layar dunia untuk mencari jawaban atas semua kegelisahan dan keraguanku tentang siapakah aku.
Jika aku mengemukakan keraguanku ini pada diriku sendiri, apakah aku bisa menjawabnya dengan mengatakan aku telah melihat dan mendengar dunia yang sedang bersenandung serta membanggakan semua keindahannya. Seperti burung merak yang sedang sibuk berhias diri walau tanp peduli pada srigala yang meraung menahan lapar. Aku tidak bisa mengungkapkan tentang bagaimana aku bisa tahu kalau aku melihat, mendengar atau mengingat diriku sendiri dan dunia yang sedang berbenah diri dari segala kemunafikannya. Aku juga tidak bisa mengutarakan bagaimana aku bisa tahu bahwa yang melihat, mendengar dan mengingat semesta ini adalah diriku sendiri. Ada sesuatu yang tidak bisa aku ragukan dalam diriku yaitu meskipun aku telah berubah menjadi sebuah nama, aku tetap harus mengatakan bahwa aku telah melihat, mendengar dan mengingat tentang segala kerakusan dunia. Aku memang dapat berubah dan di anggap orang sebagai orang lain, tapi mereka akan selalu salah karena aku adalah diriku sendiri bukan orang lain.
Jika memang harus di buat pilihan maka setiap hal harus di posisikan bersebelahan artinya hanya ada satu diriku yang sebenarnya dan hanya satu dunia yang nyata. Dunia yang sebenar-benarnya dunia, bukan dunia yang penuh dengan kelicikan, keangkuhan, kerakusan dan kesombongan. Dunia yang menjadi milik kita tempat di mana barang kali kita temukan segudang nestapa atau setumpuk kebahagiaan. Aku dan dunia ini memang benar-benar ada karena Tuhanlah yang menciptakan dan Dialah yang akan memelihara dan menjaganya.
Hidup di dunia ini memang bagai sandiwara yang tak pernah berakhir cerita dan kisahnya. Manusia menjadi dalang dalam kehidupannya sendiri. Hidup memang penuh dengan kenyataan baik kenyataan manis maupun getir, tapi aku tidak boleh putus harapan dalam menyusuri liku dunia. Dunia ini memang sebuah tanda tanya besar yang menimbulkan keraguan serta kegelisahan dalam diri manusia termasuk juga aku. Siapakah dunia ini sebenarnya? Bagaimana dunia ini sebenarnya? Memang kedua pertanyaan harus aku pikirkan jawabannya dengan cara memerankan sandiwara yang tak pernah berujung jalan ceritanya ini serta dengan mencari di manakah makna kehidup ini sebenarnya dalam menjalankan peranku di dunia ini.sendiri.
Hidup adalah sebuah pilihan. Memikirkan hidup merupakan langkah awal menuju kehidupan yang lebih baik. Karena itu mencari dan memilih kehidupan merupakan sesuatu hal yang fundamental dalam hidupku. Pilihan merupakan sesuatu yang sifatnya dikotomis. Karena itu kita hidup di hadapkan pada dua hal yaitu menuai sengsara atau menikmati kebahagiaan. Untuk mencapai hidup yang bermakna dan berkualitas tidak akan pernah terwujud tanpa melakukan pemikiran tentang apa sebenarnya makna hidup itu. Kini aku bertanya, untuk apa aku hidup dan bagaimana kehidupanku selanjutnya? Apakah hidupku ini sudah bermakna? Apakah aku telah kehilangan pegangan dan kendali? Kini aku harus berpikir ulang untuk apa aku hidup, tujuan apa yang akan aku capai, akan seperti apa hidupku nantinya? Kekawatiranku yang selama ini akan segera terjawab melalui pemikiran dari diriku sendirilah yang akan menentukan pilihan, apakah hidup ini akan bermakna atau tidak.

Tidak ada komentar:
Write komentar