Senin, 19 Oktober 2009

HALUSINASI 1

 

Oleh Saryanto


Siang itu suryapun membelai bumi, aku melihat ada seorang gadis yang cantik dan malu-malu sedang merenung dalam sepi. Sepertinya ia mengharap keajaiban akan datang padanya. Gadis manispun terlena dan impiannya kosong juga. Suatu saat datang seorang kawan laki-laki baginya, badai topan kini seakan melanda, sang kawan datang membawa bencana baginya. Tanpa ragu-ragu gadis manis melangkah menuju pintu keluar dan siap untuk terbang. Dia berjalan tak tentu arah. Langkah-langkahnya tak terarah, rambutnya terurai panjang tiada dihiraukan. Gerak bibirnya sangat kaku, tatap matanya menerawang setiap sudut. Raut wajahnya melukiskan kehampaan jiwa, dan tiada terbesit ceria dihatinya. Tiada tegur sapa walau semua mata menatapnya, dia berjalan lemas menelusuri derita. Langkahnya tertuju ke sebuah pantai.
Di balik dinding aku aku melihat seraut wajah nan ayu bersolek tanpa bercermin, menghias duka dalam hatinya. Ingin kau maenggapainya namun hasrat tak mungkin merengkuhnya. Ada yang hilang dihatinya, sekeping asa di masa yang lalu. Terhempas tanpa tersisa tertinggal jauh entah dimana. Mengapa cobaan selalu datang dan kau tak mampu menghalaunya. Si gadis merenung sendiri di tepian pantai, mendengar laut menjerit meninggalkannya sendiri. Dalam kesendirian, dia menatap jauh ke arah lautan. Di tepian lautan, ombakpun seakan menghampirinya, angin bertiup ramah seolah menyapa dirinya, seolah ia mengadu tentang beban batin yang amat berat dan dengan penuh pinta ia pun balik menyapa,” Mengalirlah sungai mengalirlah, mengalirlah engkau ke muara. Bergeraklah laut bergeraklah, bergeraklah engkau ke pantai. Bertiuplah angin bertiuplah, bertiuplah engkau ke arahku. Bernyanyi-lah laut bernyanyilah, bernyanyilah untukku. Nyanyikanlah lagu cinta untukku. Ingin aku bertanya pada angin malam, sampai kapankah aku harus seperti ini?” Dalam kegamangan hati kerena beban yang dideritanya, si gadispun meratap mencuahkan kesedihannya pada angin yang berhembus serta pada ombak yang berbisik.”Angin tamparlah wajahku sekarang ini, biar segala derita aku hadapi. Ombak hantamlah jiwaku sekarang ini, biar segala belenggu yang menjeratku hilang tak berbekas”.
Di tepian lautan dia menyanyi sendiri. Semerdu senandung wajah pagi, kau dendangkan nada-nada lagu nan sendu. Kau nyanyikan lagu itu untuk tinggalkan masa lalu. Kau dendangkan tembang itu untuk merobek anganmu. Kau sayati duka lalu dengan pisau hati. Kau rentangkan jiwamu untuk menyongsong soal baru.Tatapan matanya indah memandang ke arahku, walautanpa remang cahaya di hatinya.
Hari-hari berjalan lambat mengiringi langkah kaki, bagaikan matahari yang mengitari bumi, bulan demi bulan berlalu dengan gontai tanpa kepastian, tahun demi tahunpun berjalan dalam penantian yang teramat panjang. Kini aku rindu akan nada-nada yang dulu pernah memberi warna dalam hidupmu. Berilah aku sedikit kesempatan walau untuk yang terakhir. Ingin aku dendangkan melodi lagumu nan sendu.
Di saat senja mendatangi, aku melihat burung kecil terbang pulang ke sarangnya. Di saat itu juga aku mendengar anak bernyanyi, melagukan tentang matahari yang terbe-nam di telan malam. Bernyanyi, ia pun terus bernyanyi, membiarkan aku sendiri. Kesu-nyian telah menjeratnya, mendorongnya jatuh ke padang yang tak bertepi dalam penantian.
Dingin malam menebarkan sunyi kau nikmati khayalan ini, mengenang diri yang seakan tiada arti, membawa dirimu terbang tinggi.Memang indah dunia cinta, memang indah bisikan kata hingga kau terbuai dalam tingginya khayal. Kau biarkan semua terjadi, mengiris pedihnya hati. Mengenang dirinya, dalam angan dan kau bawa dirinya terbang ke langgit tinggi.
Di tepian lautan dia masih duduk sendiri, di sana kau tatap langit. Sambil kau petik dawai-dawai gitar, kau cumbui senja dengan senandung merdumu. Ombak lautanpun seolah ajak kau bicara, tentang sebuah mimpi, tentang jalan yang panjang. Langit yang tampak semakin merah, kaupun tampak semakin resah. Kadang kau tak mengerti akan isyarat ala mini, namun semuanya kau biarkan bagai sebuah simponi. Kadang tersendat kau petik gitar, kadang tersendat kau mainkan nada. Kadang pula tersendat kau petik kehidupan. Walau tersendat ia pun kembali berucap, ”Lagu cinta teruslah kau bergema, api cinta teruslah kau menya-la. Kini aku harus membunuh semua ilusi, lepaskan semua khayalan, bebaskan semua bayangan yang akan membawaku ke dalam lembah kegelapan”. Dalam kegelapan dan kegamangan hatinya, ia coba menemukan seberkas sinar untuk menggapai bintang-bintang kehidupannya dan kembali ia berkata,”Lilin kecil di tengah malam-malam gulita, redup, lemah hampir-hampir tiada daya. Sesungguhnya walaupun setitik kau berarti bagi mata hati dalam buta meraba. Pencarian yang panjang ke ujung-ujung dunia, hanyalah fana dan fana di mana-mana. Lilin kecil janganlah kau padam dan mati, sementara pengebaraan belumlah mendapat arti”.

1 komentar:
Write komentar
  1. *NUMPANG PROMO, yach....
    Ada Tips cantik nich terbaru dan update langsung dari pakarnya. Mau! tapi gak tahu gmn caranya, Jgn sedih, Cinta! Gabung aja di clubs "CANTIK" kita dimana tersedia berbagi info & tips2 tentang kecantikan, dr rambut, wajah, kuku,dll. Pokoknya semuaaa ada di sini.. dan juga update terussss loch Caranya gampang bgt ketik REG CANTIK kirim ke 9789 (khusus pengguna Telkomsel yach..) Gk perlu ragu dan takut. Mau cantik!!!Tunggu apa lagi..

    BalasHapus